“Kamu suka dompetnya?” Tanya seorang perempuan dengan nada
halus. Wajahnya pucat, bibirnya memutih seperti dehidrasi akut. Meskipun pucat
dan tak berenergi, perempuan ini terlihat cantik. Tapi siapa perempuan ini, aku
bahkan tak pernah melihatnya dalam hidupku.
“Suka sekali.” Ku jawab. “Tapi aku masih ragu apakah ini
dompet kulit asli?”
“Itu asli. Kalau kau tidak percaya, kau boleh menyayatnya,
dompet itu akan berdarah.” Jawab si perempuan.
Mana ada dompet bisa berdarah ku pikir. Saat aku akan menyayat dompet itu, aku terbangun. Ternyata itu hanya mimpi.
Mana ada dompet bisa berdarah ku pikir. Saat aku akan menyayat dompet itu, aku terbangun. Ternyata itu hanya mimpi.
Siapa perempuan itu?
Akhir-akhir ini dia sering datang ke dalam mimpiku,
menanyakan tentang dompet yang ku beli beberapa hari yang lalu. Perempuan itu
juga bilang, jagalah dompet itu baik-baik. Aneh, tentu saja aku akan menjaga
dompetku dengan baik tanpa perlu dia terus-terusan menyuruhku.
Aku membeli dompet itu di sebuah pusat perbelanjaan. Dompetnya
memang bagus, sangat elegan. Bahan kulitnya halus dan kuat. Terbukti saat
dilakukan tes dengan dibakar, dompet itu tidak meleleh. Hanya tercium bau khas
kulit terbakar. Harganya pun tidak terlalu mahal, sangat pantas untuk sebuah
dompet dengan kualitas seperti ini.
Mimpi itu terus berlanjut. Aku mencoba tak menghiraukannya,
meski sebetulnya aku lelah bermimpi bertemu dia.
“Jagalah dompet itu, dompet itu adalah diriku.” Kata si
perempuan.
*
Beberapa hari berikutnya aku memutuskan kembali ke toko
penjual dompet itu lagi, membeli dompet yang sama untuk adik ku yang akan ulang
tahun. Sampai di toko, ternyata dompetku itu stok terakhir. Kata si pemilik toko,
pabriknya sudah lama tak mengirim stok dompet itu lagi.
Wah sayang sekali, gumamku.
“Bapak tahu lokasi pabriknya dimana?” Tanyaku kepada si
pemilik toko.
“Tunggu sebentar, saya cari dulu alamatnya.” Jawab si pemilik
toko. Dia membuka buku alamat.
Tak lama si pemilik toko sudah mendapatkan alamat pabrik itu.
Jalan Brajamusti, No.71 Desa Sulamjero, Garut. Tapi tak ada nomor telpon yang
bisa dihubungi. Aku mencari data merk dompet ini di internet, hasilnya nihil. Sepertinya
belum ada yang memasarkan di dunia maya.
Wanita itu selalu hadir ke dalam mimpiku. Lagi-lagi untuk
menanyakan dompet.
Aku jadi penasaran, apa mungkin ini adalah dompet bekas
seorang wanita yang di rampok lalu dibunuh.
Seminggu kemudian, aku memutuskan untuk mengunjungi pabrik itu.
Berbekal alamat yang diberikan oleh si pemilik toko. Aku berangkat dengan bus
antar kota. Setalah sampai terminal Garut, aku melanjutkan perjalanan ke desa
Sulamjero dengan ojek sepeda motor. Cukup jauh ternyata, butuh waktu beberapa
jam untuk sampai ke desa Sulamjero. Tapi pemandangan di sepanjang jalan menuju kesana
sangat indah. Jadi tidak membosankan.
Begitu sampai di alamat itu, ternyata itu bukan pabrik. Tapi hanya
rumah kosong. Mungkin dompet ini memang dibuat oleh home industry, pikirku.
Mungkin sekarang mereka telah bangkrut dan rumah ini terbengkalai.
Sebelum pulang, aku memutuskan untuk melaksanakan solat
magrib di sebuah masjid yang tidak jauh dari rumah itu. Udara sangat dingin di
sini, apa lagi saat sudah tak ada sinar matahari seperti ini. Usai solat, aku
langsung mengenakan jaket tebal yang aku bawa dalam tas. Aku sudah
memperhitungkan mengenai udara di Garut. Ojek yang mengantarkanku tadi, izin
pulang lebih dulu, dia tidak bisa menemaniku sampai selesai karena ada urusan
lain. Katanya, ada banyak tukang ojek di desa ini yang bisa mengantarku kembali
ke terminal. Hari semakin malam, tapi aku tak menemukan satu ojek pun yang lewat.
Kampung ini sepi sekali. Beruntungnya aku bertemu pak Kiyai, beliau memperbolehkan
aku menginap di pesantrennya.
“Kampung ini sepi sekali ya pak Kiyai?”
“Ya, namanya juga kampung dek. Oh ya, nak Ali ini sebenernya tujuannya
mau kemana? Kok sendirian saja?” Tanya pak Kiyai.
“Saya tadinya mau ke pabrik pembuatan dompet kulit pak Kiyai.
Beberapa minggu lalu saya beli dompetnya, bagus. Jadi saya bermaksud beli lagi.
Ya, sekalian jalan-jalan.”
“Pabrik dompet?” Tanya pak Kiyai. “Yang rumah kosong itu?”
“Iya pak Kiyai.”
Pak Kiyai menatapku. Tatapannya tidak bisa terbaca maksudnya
apa. Tapi aku menyimpulkan itu adalah eksperesi terjekut.
“Itu kok bisa bangkrut
pak Kiyai? Padahal dompetnya bagus.”
“Pemiliknya sudah meninggal dunia, bunuh diri.”
“Innalillahi, kok bisa pak Kiyai?”
“Iya. Waktu itu si pemilik pabrik hendak ditangkap polisi
karena telah membunuh kekasihnya dan mengulitinya untuk dijadikan dompet. Polisi
menduga si pemilik pabrik terkena gangguan jiwa. Karena takut dan frustasi, si
pemilik pabrik malah menggorok lehernya sendiri.”
Aku mengeluarkan dompet dalam saku. Memegangnya dengan
gemetar.
“Jadi dompet ini dari kulit kekasihnya?”
Pak Kiyai tidak menjawab. Hanya melihat dompet itu.
Dompet kulitmu [Horor]
Reviewed by Al Muh
on
00.02.00
Rating:
![Dompet kulitmu [Horor]](https://1.bp.blogspot.com/-cdjkHoKirA0/WAUDn8QuyfI/AAAAAAAABUk/E85VTgrgzY8mUXzWvMT0vQAXxTFyZXU4ACLcB/s72-c/dompet.jpg)
Tidak ada komentar: