“Marhaba”
adalah sebuah acara pembacaan sholawat nabi dengan menggunakan nada atau lagu. Seperti
sebuah nyanyian. Kalau di daerah lain mungkin dikenal dengan sebutan Marawis,
Simtiduror dan lain sebagainya. Hanya saja perbedaan marhaba di daerah Ciseeng
dengan daerah lain, yaitu tidak menggunakan alat musik apapun. Jadi nyanyian
itu memang hanya dari paduan suara para santri dan masyarakat yang menghadiri
acara. Bukan paduan suara seperti di sekolah apa lagi di gereja. Marhaba,
paduan suara yang sederhana, tanpa tangga nada yang rumit suara satu, suara
dua, tiga dan empat. Marhaba hanya dilakukan dengan suara biasa yang bernada
mengalun. Tapi menghasilkan keindahan dan kenyamanan saat kita mendengarnya.
Marhaba
sebenarnya adalah bahasa arab yang berasal dari kata habba artinya
cinta. Sedang Marhaba itu sendiri artinya adalah rindu. Jadi, marhaba ini nyanyian
sholawat untuk mencurahkan rasa rindu kepada sang kanjeng Nabi Muhammad SAW. Makanya
tidak jarang orang menagis tersendu saat marhaba. Marhaba ini biasa dilakukan
saat memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW. Dilaksanakan di semua masjid,
langgar, mushola di Ciseeng. Tapi tak hanya bulan maulid saja, ada acara
seperti Isro’ Mi’raj, gunting rambut, pemberian nama, walimah nikah, sunat, pindahan
rumah, sering mengadakan marhaba ini.
Sebetulnya
budaya marhaba ini adalah budaya klasik di tatar sunda serta warisan dari budaya ulama
orang sunda jaman dulu. Terbukti dari nada marhaba cenderung seperti nyanyian
sunda klasik, contohnya pupuh. Hampir semua daerah sunda yang masih memiliki pesantren
salafi, biasanya ada budaya marhaba ini. Terutama yang saya tahu di daerah Bogor
dan Cianjur.
Di
Ciseeng sendiri, marhaba terbagi menjadi dua jenis: marhaba biasa dan marhaba sengek.
Marhaba biasa ini yang paling sering dilakukan, karena cenderung lebih friendly
dan tidak terlalu ekstrim. Sedangkan marhaba sengek hanya dilakukan saat
bulan maulid saja yakni saat perayaan maulid akbar. Itu karena marhaba sengek
ini cukup ekstrim, jadi butuh banyak santri yang sudah terlatih untuk menarik nadanya.
Dalam marhaba sengek setiap orang harus bersuara sekuat tenaga. Dengan suara
cenderung seperti teriakan yang melengking. Ya sesuai dengan namanya, sengek,
berasal dari bahasa sunda yang berarti teriak atau menjerit. Tak jarang setelah
selesai marhaba, para santri langsung menjadi serak dan kehilangan suara untuk
sementara. Makanya, setiap marhaba sengek ini selalu disediakan lada mentah untuk
dikunyah dan rujak asam, untuk menjaga suara agar tetap bertahan.
Budaya Marhaba di Ciseeng
Reviewed by Al Muh
on
23.04.00
Rating:

Tidak ada komentar: