Kabut
di Langit
Tak
ada yang lebih gelisah pagi itu dari pada Seseorang. Dia terus mengamati
horizon langit timur, memastikan bahwa matahari belum terbit sepenuhnya.
Bagaimana Seseorang itu tidak gelisah, jika dia harus menghisap kabut di
puluhan desa dalam waktu yang tidak lebih lama dari waktu menghabiskan
secangkir teh hangat sebelum menjadi dingin.
“Hei,
Bung!” Seru Seseorang itu kepada teman-temannya. “Bergegaslah, matahari akan
menyingsing, kita tidak boleh terlambat membersihkan kabut-kabut ini.”
“Aye, Kapten!” Jawab teman-temannya
serempak.
Lalu
mereka terbang, menyebar di langit desa. Semuanya sibuk menghisap kabut tebal,
liter demi liter, hisap demi hisap.
Di
pundak mereka terlihat sebuah alat seperti vacuum
cleaner. Memang bentuknya mirip, pada bagian ujung alat itu berbentuk
corong sebagai mulut penghisapnya.
Ayam
mulai berkokok sahut-menyahut, sejujurnya itu membuat Seseorang itu semakin
tegang. Meskipun Seseorang itu tak menampakan ketegangan sedikitpun di raut
wajahnya. Cahaya oranye keperakan perlahan menyebar di ufuk, merambati awan di
sekitarnya, pertanda matahari siap menyingsing.
“Lebih
baik terlambat dari pada tidak sama sekali, Kawan!” Seru Seseorang itu lagi
berusaha menyemangati temannya (terutama dirinya sendiri).
Itulah
Seseorang, aku mengenalnya dengan sangat baik: dia bernama Sitrus, pemimpin
pasukan penghisap kabut. Tapi aku akan mengganti sebutan Seseorang itu menjadi
Sesosok. Bisa ku jelaskan, kenapa itu harus aku ganti. Seseorang itu adalah
pekerja langit, bukan bangsa manusia. Tubuhnya memang hampir menyerupai manusia,
tapi dia lebih kecil, kira-kira seukuran botol minum. Kulitnya putih bersih
seperti warna kabut. Yang paling mencolok, Sesosok itu dan teman-temannya
memiliki sepasang sayap. Mereka terbang mengambang seperti burung penghisap
madu. Bisa manuver dengan cepat, ke kiri, ke kanan, ke atas, ke bawah, ke
depan, ke belakang.
“O… ow! Kurasa kita punya masalah, Teman-teman.”
Kata Sitrus yang terkejut.
Ada
manusia di depan jendela.
Lalu
dua orang temannya terbang menghampiri. Mereka juga terkejut melihat manusia
itu, sepagi ini, menatap langit dan udara berkabut. Apa yang dilakukannya? Sitrus
dan teman-temannya tak habis pikir. Manusia itu juga terkejut melihat Sitrus
dan teman-temannya. Mungkin tidak ada yang lebih terkejut dari manusia itu,
pagi ini. Sitrus dan teman-temannya saling menatap satu sama lain, berkomunikasi
dengan mimik. Sitrus menganggukan kepala, sebagai tanda keputusan akhir telah
disepakati: Manusia itu harus dibawa ke langit.
Sitrus
dan temannya mendekat. Manusia itu berteriak tapi suaranya tertahan di
kerongkongannya lantaran takut setengah mati, yang terlihat hanya kelu di
bibirnya. Manusia itu berusaha melangkah untuk melarikan diri, tapi Sitrus
segera menodongkan vacuum cleaner ke
arahnya, angin kencang segera menghisap manusia itu.
Sitrus
terhempas ketika manusia itu mulai terhisap oleh alatnya, manusia itu menjalar
di dalam selang, menimbulkan benjolan besar yang terlihat di luar selang,
sebelum akhirnya sampai ke dalam tabung. Sekarang, manusia itu sudah berada
dalam vacuum cleaner. Sitrus menarik
nafas dalam-dalam sambil menyeka keningnya, padahal dia tidak berkeringat.
Sementara temannya yang lain melanjutkan tugas menghisap kabut berusaha seolah
tak terjadi apa-apa.
Beberapa
saat kemudian, ketika matahari menampakkan diri, kabut sudah habis dihisap, kecuali
yang tersisa pada celah pepohonan dan sebagian yang telah berubah menjadi embun.
Terlihat oleh mata manusia kabut itu memudar secara ‘alami’ terkena panas
matahari. Padahal semua kabut itu dihisap oleh petugasnya. Biarlah, kata alami
cocok untuk jerih payah mereka. Cahaya matahari mulai menghangatkan udara di
desa, bersama dengan itu para pekerja langit melesat kembali ke langit.
Manusia Pemandang Langit
Dia
bernama Oid. Usianya tujuh tahun. Dia duduk di kelas dua sekolah dasar. Parasnya
lucu dan menggemaskan. Biasanya semua orang yang melihatnya akan merasa gemas
lalu mencubit pipinya, dan dia hanya bisa cemberut menerima perlakuan itu.
Diantara temannya yang lain, dia memiliki hobi yang bisa dibilang paling aneh
yaitu memandang langit.
Setiap
pagi, saat fajar baru menyingsing, dia sudah terjaga di depan jendela kamarnya
dan mulai menunggu saat langit gelap berubah menjadi terang. Dia menyukai
langit pagi, berwarna gelap keperakan, oranye, kuning dan udaranya sejuk memenuhi
paru-paru saat dia hirup.
Setiap
sore, dia juga memandang langit dari balkon belakang rumahnya. Menunggu
matahari terbenam, menikmati warna yang timbul setelah matahari terbenam. Dia
merasa matahari pagi dan sore itu sama, hanya udara di langit yang membedakan.
Oid
selalu bertanya-tanya dalam kepalanya, adakah orang di langit sana? Yang selalu
teratur menjaga warna langit dan awan. Kadang Oid menaiki pohon tinggi dekat rumahnya,
berharap bisa naik ke langit atau setidaknya ke awan putih itu. Usaha yang
sia-sia, dia tidak bisa menggapai keduanya. Alih-alih naik ke langit, dia malah
terjatuh dari pohon itu. Oid sering memimpikan bisa berkunjung ke langit.
Melihat siapa yang bekerja mengatur langit indah ini. Kalau bisa, dia ingin membantu
mereka. Mungkin mencoba mewarnai langit dengan warna lain, misalnya: warna
stoberi.
Seiring
berjalannya waktu Oid tumbuh dewasa.
Suatu
pagi, sekitar pukul lima. Tepat di hari ulang tahun Oid yang ke 17. Seperti
biasa, kebiasaan sedari kecilnya; Oid berdiri di depan jendela menunggu fajar
menyingsing. Kamarnya berada di lantai dua dengan jendela menghadap ke timur.
Pada bulan tertentu, posisi matahari terbit sejajar dengan posisi jendelanya
dan itu sangat indah. Oid sudah mencatat, menganalisa semua tentang matahari
terbit. Bukan catatan ilmiah, hanya catatan biasa yang tidak lain berisi
tanggal-tanggal dengan sedikit keterangan.
Oid
selalu menunggu hari itu tiba, hari dimana dia bisa melihat cahaya matahari sejajar
menyinari seluruh bagian kamarnya. Sayangnya, hari yang dinanti itu tak
berjalan sesuai harapan. Semalam hujan deras, suhu di desa sangat dingin,
muncul kabut tebal menyelimuti desa. Oid sedikit kecewa. Langit tidak terlihat,
kecuali pemandangan serba putih.
Diri kejauhan, Oid melihat sesuatu
berterbangan dalam pekatnya kabut. Dia belum peduli, mengira itu hanya kabut
atau burung bangau. Biasanya burung bangau memang suka begitu. Terbang untuk
kembali ke sarang saat fajar, setelah semalaman mencari makan. Sesuatu itu semakin
lama semakin mendekat, terbang menerobos kabut tebal. Saat sesuatu itu telah
begitu dekat dengan Oid, barulah Oid sadar, kalau itu ternyata bukan burung
bangau.
Oid
terkesiap, sesuatu itu ternyata sesosok makhluk aneh berukuran kecil, kini
terbang mengambang di depan jendelanya. Oid berusaha teriak tapi mulutnya
terasa kelu. Lalu datang dua makhluk seperti itu lagi, mirip, tapi mereka
memiliki warna rambut yang berbeda. Mereka terbang sejajar dengan makhluk yang
pertama tadi.
Makhluk
itu terbang lebih dekat menuju Oid kemudian menodongkan vacuum cleaner kecilnya. Oid sama sekali tidak takut dengan
todongan vacuum cleaner sekecil itu,
kalau saja yang menondongkan bukan makhluk aneh seperti mereka. Dari ukuran vacuum cleaner-nya, tidak mungkin Oid
akan terhisap. Namun, seketika Oid merasa angin kencang menariknya dengan
sangat kuat. Beberapa barang miliknya pun terhisap; buku, pensil, topi dan
lainnya. Oid berusaha menutup jendela, tapi sudah terlambat. Hisapan vacuum cleaner semakin kuat, Oid
terhisap. Lalu dia tidak bisa melihat apa-apa lagi, kecuali kabut tebal dan
merasakan udara lebih dingin. Dia berada di dalam vacuum cleaner.
Rasanya
belum lama berada di dalam vacuum cleaner
aneh itu, angin kencang berhembus lagi, menghempaskan Oid keluar dari kantung. Dia
membuka matanya, kali ini lebih menyeramkan, karena lebih banyak makhluk aneh
di sini. Makhluk-makhluk berukuran kecil, kecil, kecil sekali. Ada yang besar,
besar, sangat besar. Ada yang tinggi dan pendek juga. Yang kecil mungkin
seukuran capung. Yang besar, Oid hanya bisa melihat makhluk itu dari jari kaki
sampai lutut, bagian atas tubuhnya menjulang dan tertutup awan. Mereka semua
memiliki sayap yang beragam bentuk dan warna.
Oid
mengedarkan pandangan ke sekeliling. Melihat semuanya serba putih - bersih tak
berujung. Seperti awan atau memang awan. Dari sini, Oid merasa langit terlihat
lebih biru juga lebih dekat.
Makhluk-makhluk
aneh itu mengerubunginya, yang kecil terbang mengelilingi, berputar-putar di
atas kepala Oid. Oid berusaha mengenyahkan, tapi tidak berdampak sama sekali. Dari
celah makhluk-makhluk itu, oid mencari jalan untuk kabur, tapi tidak ada
sedikitpun. Makhluk-makhluk lebih kecil mengisi celah diantara makhluk besar.
Makhluk-makhluk
itu berdesus, bicara satu sama lain. Mungkin mereka juga bertanya-tanya, Oid
ini makhluk apa?
Tak
berapa lama kerumunan itu terbuka, membentuk koridor. Muncul sesosok makhluk
kerdil (kerdil menurut Oid, menurut penghuni langit mungkin ini sosok ini
adalah ukuran paling ideal). Rambutnya panjang, wajahnya dihiasi janggut tebal
menjuntai sampai lutut. Janggutnya tidak seperti janggut manusia, dia terbuat
dari gumpalan awan putih. Rambutnya juga sama. Sesosok makhluk kerdil itu
mengenakan jubah putih serta mahkota yang berpendar di kepalanya. Tangan
kanannya, dia membawa tongkat cahaya seperti aliran listrik atau mungkin itu petir.
Ketika
Sesosok makhluk kerdil itu tiba, semua makhluk berhenti berbicara, hanya
menatap Oid penuh tanya. Sesosok makhluk kerdil itu adalah raja Pekerja Langit.
Kerajaan Langit
Sitrus
tiba di langit setelah berhasil menyelesaikan tugasnya. Dia mendarat dengan
baik tapi sedikit terhuyung lantaran kantung kabutnya menggembung dua puluh
kali lipat dari ukuran aslinya. Kota Langit sedang ramai saat itu. Para penghuni
langit lain memperhatikan derap langkah para penghisap kabut menuju istana
kerajaan, terutama kantung kabut milik Sitrus yang ukurannya jadi mencolok.
Saat
melintasi taman kota, seorang tukang kebun terlalu ingin tahu, “apa yang kau
bawa, Sitrus?” tanyanya, “apa kabutnya begitu tebal sampai kantungmu membesar?”
“Aku
membawa manusia.” Jawab Sitrus.
Tukang kebun itu terkejut, kemudian kabar itu langsung menyebar di kota langit.
Sitrus
tiba di depan istana kerajaan. Para penghuni langit sudah berkumpul di depan
istana. Mereka semua tak kurang ingin tahu dari pada si tukang kebun tadi, mereka
ingin memastikan apakah kabar Sitrus membawa manusia dalam kantung kabut. Mereka
bahkan tiba lebih dulu di depan istana kerajaan dari pada Sitrus dan para
penghisap kabut.
Sitrus
mendengking.
“Akan kau apakan manusia ini,
Sitrus?” Temannya bertanya.
“Aku belum tahu.” Sitrus bergidik.
Lalu
dia memutar knop dekat kantung kabutnya. Kantung itu bergetar. Oid terhempas
keluar dari vacuum cleaner. Semua
penghuni langit langsung mengerubunginya. Mereka ingin melihat, seperti apa rupa
manusia itu. Memang tak semua penghuni langit pernah turun ke bumi, jadi tak
semua pernah melihat manusia.
Oid terselamatkan dengan datangnya sesosok
makhluk kerdil, sang raja Pekerja Langit. Dia membuka kerumunan para penghuni
langit, sikapnya ramah.
“Hei…hei!
Ada siapa di sini?” Seru Sang Raja Pekerja Langit.
“Maafkan
aku, Ayah.” Kata Sitrus. “Aku harus membawa manusia ini, dia telah melihat kami
sedang membersihkan kabut pagi.”
“Manusia
ini bisa melihatmu?” Tanya sang raja.
Sitrus
mengangguk.
“A…aku
ada dimana?” Tanya Oid memotong pembicaraan. Otaknya masih belum bisa menerima
apa yang dia lihat.
Sesosok
makhluk kerdil itu membungkuk dan mengayunkan tangan, “aku Cumulonimbus,”
katanya, “aku raja para pekerja langit. Selamat datang di langit, Nak!”
Makhluk-makhluk
lain bersorak, anggap saja itu ucapan selamat datang juga. Padahal Oid tidak
mengerti.
“Langit?”
Tanya Oid tidak percaya.
“Ya,
langit. Nikmatilah berada di sini, Nak! Aku takut kau tidak akan pernah kembali
lagi ke bumi,” lanjut Cumulonimbus.
“Tidak-tidak,
kakek kecil, aku ingin pulang, aku harus sekolah.”
“Aku
tidak bisa berjanji, Nak.” Cumulonimbus menatap Oid sejenak. “Oh, ya siapa namamu?”
“Aku,
Oid.” Jawabnya singkat.
“Baiklah
Oid, Sitrus akan mengajakmu berkeliling negeri langit ini.” Ujar Cumulonimbus,
sebelum akhirnya dia pergi menginggalkan kerumunan.
Para makhluk langsung mendekati Oid.
Makhluk-makhluk kecil berbentuk awan tipis terbang mengelilingi, kemudian memeluk
Oid. Oid seperti mainan baru, dibawa ke sana ke mari oleh makhluk itu secara
bergantian. Sebagian makhluk lain hanya memangamati Oid tanpa mendekat sama
sekali. Semua keramahan itu membuat rasa takut Oid perlahan melebur. Wujud
mereka menyeramkan tapi ternyata menggemaskan.
Oid
mencoba menyentuh makhluk berupa awan tipis yang mengerubunginya itu. Ketika
dia menyentuhnya, makhluk itu memudar dan jemari Oid langsung terasa dingin.
Seperti mamasukan tangan ke dalam lemari es. Makhluk yang Oid sentuh itu
menggumpal lagi bahkan sebelum rasa dingin pada jemari Oid hilang.
“Namaku,
Ibim.” Kata makhluk kecil itu memperkenalkan diri.
“Hai,
Ibim! Kau lucu sekali.” Sapa Oid.
Ibim
bergoyang-goyang lalu terbang melejit di udara seperti balon pecah. “Terima
kasih,” katanya.
Makhluk
lain tertawa.
“Ayo,
Oid! Aku akan mengajakmu berkeliling.” Ajak Sitrus.
Sitrus
sang pemimpin pasukan kabut adalah putra raja Cumulonimbus, sekaligus jendral
dari semua para pekerja langit. Dia cukup pendiam, hanya bicara seperlunya
saja. Tapi dia cukup murah senyum. Rambutnya berwarna hitam pekat dengan ikat
kepala terbuat dari perak. Dia mengenakan jubah putih seperti semua makhluk
yang ada di sini.
Oid
berlutut lalu menjumput lantai di bawah kakinya. “Apa ini awan?” Tanya Oid
sambil meremas-remas hasil jumputannya itu.
“Yah.”
Jawab Sitrus. “Ku harap kau akan betah di sini.”
“Tidak-tidak,
aku harus pulang.” Tolak Oid. “Aku harus sekolah, ibuku pasti khawatir.”
“Maafkan
aku, Oid,” kata Sitrus sangat menyesal, “kau sudah melihat kami bekerja di
bumi. Kau tidak boleh kembali.” Sitrus lanjut berjalan meninggalkan Oid.
“Aku
tak sengaja melihat kalian, jadi itu bukan salahku, kan?”
Langkah
Sitrus terhenti kemudian dia berbalik menghampiri Oid lagi. Dia menatap Oid
dengan perasaan serba salah. “Memang bukan salahmu,” jawab Sitrus. “Tapi ini
sudah jadi peraturan kami. Siapa saja yang sudah melihat kami, dia harus
dibawa. Kami adalah pekerja langit, rahasia langit. Ku harap kau mengerti.”
“Kalian
pekerja langit, kenapa ada di bumi?” Tanya Oid penasaran.
“Semalam
hujan deras, kami mengeluarkan kabut di udara. Saat pagi menjelang, sang surya
akan terbit, jadi kami diperintahkan untuk segera membersihkan kabut itu lagi.
Kami menghisap kabut agar cahaya sang surya bisa menyinari bumi.”
“Pekerjaan
yang aneh.” Komentar Oid. “Kalian mengeluarkan kabut ke bumi lalu kalian
membersihkannya lagi.”
Sitrus
tak menimpali. Dia meneruskan langkahnya. Mungkin bagi Sitrus itu sudah tidak
penting lagi diobrolkan. Tak ada gunanya berdebat. Itu tak akan meluluhkan
peraturan langit dan memulangkan Oid ke bumi.
Lain
lagi dalam benak Oid; dia terus menggerutu. Ini bukan kesalahannya, seharusnya
para pekerja langit lebih berhati-hati supaya mereka tidak dilihat manusia. Dan,
kenapa hanya Oid yang bisa melihat para pekerja langit. Pada satu sisi dalam
dirinya, terus terang, Oid merasa bahagia, “ini benar langit… Yeaah!” Soraknya dalam hati.
Oid
memang ingin bertemu dengan pekerja langit (walaupun dia sendiri ragu pekerja
langit itu benar ada atau hanya imajinasinya), tapi tidak dengan cara di culik
seperti ini. Apa lagi dihukum karena telah melihat para pekerja langit.
Oid
berkeliling kota bersama Sitrus. Tempat ini sebuah kota yang terbuat dari awan.
Begitu putih, luas, sejauh mata memandang. Rumah-rumah kecil, toko, jalan raya
juga terbuat dari awan. Di pusat kota terdapat taman dengan air mancur
berbentuk awan hujan di tengahnya. Sesekali air mancur itu mengeluarkan kilatan-kilatan
cahaya petir mini.
“Apa
semua orang bekerja sepertimu?” Tanya Oid.
“Ya,
mereka bekerja sepertiku, tapi dengan tugas yang berbeda.” Jawab Sitrus. “Tugas
kami mengatur semua hal yang ada di udara, di awan dan di langit. Agar semesta
bisa berjalan sesuai rencana-Nya.”
“Apa
ada yang bekerja mewarnai langit?”
“Tentu.
Kau mau melihatnya?” Sitrus menawarkan.
“Tapi
aku tidak bisa terbang sepertimu,” keluhnya.
“Itu
mudah.” Ujar Sitrus.
Dia
bersiul, lalu datang segumpal awan. Rupanya itu Ibim, si awan tipis tadi. Oid
bisa mengenalinya walaupun semua makhluk sejenis Ibim ini memiliki wujud identik.
Sitrus meminta Ibim jadi kendaraan Oid. Tapi Oid ragu menaiki Ibim, dia takut
Ibim memudar seperti tadi dia menyentuhnya, bagaimana bisa dinaiki?
Kemudian
Sitrus memberitahu kalau Ibim bisa berubah menjadi gumpalan awan padat yang
bisa dikendarai. Ibim memang kendaraan langit. Semua pekerja langit memiliki
awan seperti Ibim untuk angkutan barang.
Tiba-tiba
Ibim bergejolak, seketika dia berubah menjadi lebih besar dan tebal. Sitrus
mempersilahkan Oid untuk naik. Tangan Oid menggapai Ibim, lalu memberanikan
diri untuk naik. Oid terombang-ambing diatas punggung Ibim, beberapa saat, sampai
dia berhasil menyeimbangkan diri. Rasanya seperti menaiki perahu kecil di
tengah di tengah danau, kalau tidak seimbang, salah-salah bisa terbalik. Oid
ingat saat itu dia dan ayahnya pergi memancing di danau dengan perahu kecil.
Oid
dan Sitrus melesat ke langit. Udara di langit begitu dingin, Oid masih harus
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya yang baru. Tak berapa lama,
mereka telah sampai di langit. Di sini juga banyak makhluk aneh. Salah satunya;
mereka raksasa itu, yang tadi Oid lihat di bawah. Dari sini mereka hanya
terlihat setengah badan saja, dari lengan hingga kepala. Bagian bawah tubuh mereka
tertutup awan. Mereka memegang kuas besar di tangan kanan dan ember pewarna di
tangan kiri. Mereka terus mengecat langit hingga tak menyadari kedatangan Oid.
“Mereka
benar-benar mewarnai langit, Sitrus?” Tanya Oid tidak percaya.
“Tentu
saja. Warna biru indah, yang kalian lihat dari bumi adalah hasil karya mereka.”
Terang Sitrus. “Pewarna langit terbagi beberapa tim, masing-masing tim bertugas
mengecat satu warna saja.”
Di
area sangat jauh, Oid melihat para raksasa sedang mewarnai langit dengan warna
oranye kemerahan. Sebelum Oid bertanya, Sitrus sudah lebih dulu menjelaskan: Di
area itu hari sudah sore, jadi langit diwarnai dengan oranye. Sitrus menunjuk
ke arah berlawanan, di sana terlihat raksasa sedang mewarnai langit pagi. Indah
sekali. Cat berwarna keperakan, kelabu serta kuning cerah terus ditorehkan
dilangit. Di area terjauh, Oid bisa menebak pasti itu adalah langit malam.
Warnanya hitam pekat. Raksasa malam tidak bekerja sendirian, mereka ditemani
makhluk-makhluk yang bertugas memasang kristal-kristal bercahaya di langit. Pasti
itu bintang-bintang kecil yang terlihat di bumi.
Terlintas
di pikiran Oid, kalau cat mereka tumpah ke bumi apa yang akan terjadi? Rupanya
itu pernah terjadi, kata Sitrus. Cat itu tumpah ke lautan di bumi. Itulah sebabnya
laut jadi berwarna biru seperti warna langit.
“Apa
boleh langitnya diberi warna stoberi?” Tanya Oid.
Ibim
tertawa kecil mendengar pertanyaan itu. Matanya menilik ke atas dimana Oid
tengah duduk. Lalu Oid menutup mata Ibim dengan telapak tangannya.
“Tidak
boleh. Semua warna langit sudah diatur Undang-Undang Langit.” Jawab Sitrus.
“Yah, sayang sekali.”
“Langit
pagi, siang, sore, malam sudah ditentukan warnanya.” Lanjut Sitrus. “Pewarnaan
langit juga disesuaikan dengan musim yang sedang berlangsung. Langit pagi di
musim panas dan musim dingin tentu akan berbeda warna. Manusia di bumi akan
terguncang jika ada warna baru muncul di langit.”
Oid
terus mengedarkan pandang ke segala arah, sibuk memperhatikan keanehan-keanehan
yang dia lihat.
“Apa
kalian juga yang membuat aurora?” Tanyanya.
“Tentu
saja.” Jawab Sitrus. “Temanku Aora bertugas untuk itu.”
“Wah, kalian hebat sekali. Apakah kita
bisa ke sana?”
“Aurora
di belahan bumi yang jauh dari sini.” Ungkap Sitrus. “Tapi jika kau mau, kami
akan mengantarmu. Bukan begitu, Ibim?”
Ibim
menggoyang-goyangkan tubuhnya pertanda setuju.
Mereka meluncur menuju belahan bumi
tempat Aora bekerja. Melewati area yang disinari matahari dengan terik. Saking
teriknya, Oid sampai bercucuran keringat. Di atas langit sana, Oid melihat seorang
kakek tua, tubuhnya bungkuk sedang menarik tali. Tali dengan beban sangat berat,
terlihat dari talinya begitu tegang.
“Itu
kakek Sunni,” kata Sitrus. Sunni adalah seorang kakek tua, bungkuk, buta dan juga
tuli, bertugas menarik matahari. Itulah sebabnya matahari bergerak lambat. Dulu
kala, Sunni pernah digantikan oleh pekerja yang masih muda. Dia perkasa dan
bersemangat menarik matahari. Tapi dunia jadi kacau karena perputaran matahari
terlalu cepat. Dan karena pekerja muda itu tidak buta, dia terkadang egois. Dia
tidak mau sinarnya ditutupi awan, kemudian dia akan berbelok dari jalurnya agar
sinarnya tak terhalangi. Bumi jadi lebih sering mengalami kemarau. Pekerja muda
itu juga tidak tuli, dia selalu ingin bersaing saat mendengar suara petir
bergelegar. Dia ikut menujukan kemampuannya, mengeluarkan semua energi
panasnya. Akibatnya tak sedikit makhluk di bumi mati kepanasan.
Mengetahui
kinerja pekerja muda itu, Cumulonimbus kembali menggantinya dengan kakek tua. Ternyata
tak perlu pekerja sempurna untuk mengerjakan tugas, hanya butuh orang yang pas.
Sejauh ini, kakek tua itulah yang paling pas.
Belahan
bumi aurora sangat jauh. Perjalanan cukup lama melewati banyak kondisi cuaca.
Mereka melewati awan tebal. Tiupan angin kencang membuat rambut halus Oid berkibar
tak menentu. Oid menggigil kedinginan ketika menembus awan tipis yang
mengandung es. Dia masih mengenakan piama tidur, pakaian yang sama saat Sitrus
membawanya ke kerajaan langit. Sitrus menempelkan telapak tangannya di bahu
Oid.
“Tanganmu
hangat, Sitrus.” kata Oid.
“Aku
mewarisi kemampuan ayahku membuat petir.” Jawabnya.
Di
tengah perjalanan Oid dan Sitrus berbincang semua tentang Langit. Sitrus
menceritakan bahwa dia di didik oleh ayahnya untuk menjadi penerus raja para
pekerja Langit. Itu adalah tugas yang sangat membanggakan bagi Sitrus. Dengan
semangat setiap hari dia mengerjakan tugasnya, belajar dari semua tim. Sitrus
dituntut menguasai semua aspek kelangitan. Dia harus bisa mewarnai langit,
menurunkan hujan, membuat kilat dan petir, meniupkan angin, membuat aurora dan
semua hal.
Ibim juga ikut bercerita, tentang
Sitrus, calon pemimpin yang hebat. Dia berteman dengan siapa saja, dia juga sangat
baik menolong siapa saja. Cerita Ibim membuat Sitrus jadi malu-malu. Lalu Sitrus
membungkam mulut Ibim dengan segumpal awan. Oid terpingkal menyaksikan tingkah
kedua teman barunya itu.
Awalnya
Oid mengira para makhluk ini akan mencelakainya, ternyata mereka baik dan
bersahabat. Sitrus berkata bahwa kami adalah alam, kami akan sangat bersahabat
jika manusia bersahabat dengan kami. Tapi jika manusia tidak bersahabat, mereka
membuat kerusakan, maka kami akan lebih bisa membuat kerusakan di bumi mereka.
Sitrus bercerita lebih banyak lagi.
Ternyata Oid bukan manusia pertama yang bisa melihat pekerja langit. Mungkin
sekitar 70 tahun sekali, ada seseorang yang bisa melihat para pekerja langit dan
orang itu akan dibawa ke langit. Melakukan pengujian apakah orang itu baik atau
buruk. Jika orang itu baik, raja akan memulangkannya ke bumi. Tapi jika orang
itu buruk, berpotensi melakukan kerusakan di bumi, raja akan memasukannya ke
dalam penjara dan dia tak akan pernah dikembalikan lagi ke bumi. Seingat Sitrus
sampai saat ini tidak pernah ada yang kembali ke bumi.
Harus
kau tahu bahwa orang yang berada di langit tak pernah menua, karena langit tak
terikat oleh waktu. Sitrus sendiri tidak tahu berapa usianya sekarang, yang
mereka ketahui hanya suatu saat nanti mereka akan hancur (mati).
Lukisan Aora
Tiba di belahan bumi dimana aurora
tercipta dengan sangat indah. Di sini malam hari, tapi tak terlalu gelap,
aurora menerangi langit. Oid melihat para pekerja langit beterbangan
menciptakan aurora. Orang biasa mungkin hanya melihat aurora di langit. Oid berbeda,
dia bisa melihat para pembuat aurora itu sedang membuatnya. Ibim mengajak Oid
menerobos aurora hingga dia bisa merasakan kilauan serbuk aurora itu menerpa
dirinya. Oid berpikir jika tanpa warna indah ini mungkin aurora hanya angin
biasa yang dingin. Sebagian para pekerja langit terkejut melihat manusia
terbang dengan awan. Aora segera menghampiri.
“Anak
manusia lagi Sitrus?” Tanya Aora.
Aora
hampir sama wujudnya dengan Sitrus, kecil seukurang botol minum Oid, hanya saja
Aora, dia wanita. Rambutnya panjang, berwarna persis seperti aurora di langit
musim dingin. Kulitnya seputih salju. Matanya menyerupai warna rambutnya. Setelah
pembicaraan cukup panjang, Oid merasa Aora juga ramah, bisa jadi dia lebih
ramah dari pada Sitrus. Hal lagi yang membedakan, layaknya anak perempuan, Oid
merasa Aora sedikit pecicilan.
“Bagaimana
kau menciptakan semua ini, Aora?” Tanya Oid kagum. Matanya berkaca-kaca.
“Itu
mudah, ya, aku dan timku melakukannya.” Jawabnya, “dengan ini.” Aora
mengeluarkan serbuk berwarna-warni dalam kantung kecil yang diikat pada
pinggangnya. Dia menerbarkan serbuk itu di udara lalu meniupnya. Seketika serbuk
itu menyebar berkilauan di udara seperti aurora dalam bentuk kecil.
“Boleh
aku mencobanya?” Tanya Oid.
Aora menaburkan serbuk aurora di
telapak tangan Oid, sekantung penuh aurora milik Aora. Tapi tak cukup banyak
saat berada di telapak tangan Oid yang berukuran dua puluh kali lebih besar
itu. Aora memanggil teman-temannya untuk menaburkan serbuk aurora di telapak
tangan Oid. Masing-masing mereka memiliki serbuk aurora dengan warna berbeda. Saat
gumpalan serbuk sudah cukup banyak, Oid meniupnya hingga membumbung di udara
menciptakan auroranya sendiri yang berwarna-warni.
Tim
Aora tidak bekerja sendiri. Mereka bekerja sama dengan tim pengendali angin
musim dingin. Tim Aora bertugas menyebarkan serbuk aurora di udara, bertanggung
jawab atas paduan warna serbuk yang ditebarkan. Lalu tim pengendali angin musim
dingin meniupkan anginnya untuk menciptakan bentuk aurora yang indah. Sitrus menerangkan
bahwa semua yang mereka lakukan berkaitan satu sama lain. Setiap tim bertanggung
jawab atas pekerjaannya. Jika satu tim mengalami kegagalan, akan berimbas pada
tim lain. Kerja sama yang baik akan selalu menghasilkan sesuatu yang lebih
besar dan lebih indah kata sitrus.
Oid
merasa tubuhnya mulai lemas. Udara dingin membuat energi dalam tubuhnya
terkuras. Dia juga baru ingat, ternyata dia belum makan sejak bangun tidur di
bumi, tapi dia tidak merasa lapar sama sekali kecuali rasa kantuk sekarang.
“Apa pekerja langit tidak pernah makan dan minum, Sitrus?” Tanya Oid.
“Ya,
itu yang membedakan kami dengan manusia.” Ungkap Sitrus. “Kami tidak pernah
makan, jadi kami tidak memiliki limbah pembuangan apapun.”
Monster Polusi
Sitrus
mengajak Oid kembali ke kerajaan langit. Entah seberapa cepat mereka melesat,
kini mereka telah sampai di kerajaan langit. Di depan istana, para pekerja
langit berkumpul, banyak sekali.
Sitrus
mempercepat terbangnya menuju kerumunan itu. Ketika mendarat di depan istana
kerajaan, terlihat puluhan peti perak dibariskan. Peti itu berisi serbuk putih.
Oid tidak tahu serbuk apa itu. Sejauh ini dia baru mengenali serbuk aurora.
Selebihnya dia belum pernah melihat serbuk lagi. Sitrus berlutut di depan peti
itu. Mengambil serbuk putih itu dengan tangannya sambil meratap. Oid mendekati
Sitrus mencari tahu apa yang terjadi. Kenapa semua orang terlihat bersedih?
Sang raja Cumulonimbus juga terlihat gusar. Apapun yang sedang terjadi pasti
ini buruk. Para pekerja langit yang ceria bisa berubah jadi muram.
“Apa
ini, Sitrus?” Tanya Oid.
“Pekerja
langit, mereka mati menjadi serbuk.” Jawab Sitrus parau.
Oid
terkejut, ternyata itu adalah peti mati. “Apa yang terjadi dengan mereka?”
Tanya Oid lagi.
Tapi
Sitrus tak menjawab kecuali helaan nafas.
“Kami
berhasil menangkap salah satu dari mereka, Tuan.” Salah satu penjaga langit berseru
di barisan depan kerumunan, mengundang perhatian semua makhluk.
Sitrus
menatap ke arah penjaga itu. Lalu penjaga itu melambaikan tangan, dari sudut
lain beberapa penjaga langit datang menggotong sebuah bola besar ditutupi awan
putih. Saat awan penutup memudar, Oid bisa melihat bola itu terbuat dari kaca kristal,
di dalamnya terdapat segumpal asap hitam pekat. Asap hitam itu berputar-putar
cepat dalam bola kristal.
Sitrus
mendekati bola itu. Tiba-tiba asap itu berubah menjadi sesosok Monster Hitam
yang menyeramkan. Matanya merah menyala, mulutnya besar mengeluarkan
percikan-percikan api. Monster Hitam itu sangat marah, mulutnya terus mengumpat
dan mengancam. Tapi Sitrus tak sedikitpun terlihat gentar. Dia berdiri tepat di
hadapan Monster Hitam itu. Kalau tidak ada bola kristal yang menghalangi mereka
berdua, mungkin Monster Hitam itu akan melahap Sitrus dengan mudah.
“Kalian
rupanya!” Kata Sitrus geram. “Kali ini tak akan ku maafkan.”
Sitrus
mengangkat kedua tangannya, seketika awan putih muncul di dalam bola itu. Awan
itu berputar mengelilingi Monster Hitam. Kemudian Sitrus mengangkat kedua
tangannya lebih tinggi, dan air keluar dari awan di dalam bola kristal itu.
Monster Hitam itu berteriak kesakitan, berputar-putar di dalam bola. Semakin Monster
Hitam berputar, awan dan air di dalamnya ikut berputar semakin kencang. Hingga
menyatu dengan Monster Hitam. Teriakan menyeramkan Monster Hitam itu perlahan
menghilang bersama wujudnya. Yang tersisa hanya awan putih dan air. Monster
Hitam itu telah lenyap sama sekali dari dalam bola kristal.
Setelah
kejadian itu, raja mengumumkan status siaga di langit. Semua penjaga langit
dikerahkan untuk menjaga langit terutama di kerajaan langit. Para Monster
Polusi bisa menyerang kapan saja, jika lengah, kerajaan langit bisa hancur.
Awan-awan yang tidak berkepentingan dilarang berkeliaran di langit, membuat
langit jadi bersih tak berawan. Kecuali beberapa awan hujan yang sudah siap
menurunkan hujan. Para penjaga langit diperintahkan untuk menjaga awan-awan
hujan itu. Para pekerja langit lain (Pasukan Hujan, Pengendali Angin, Badai, dan
pasukan lainnya) dengan suka rela bersiaga membantu mengamankan langit.
Sitrus
mengantarkan Oid ke sebuah kamar. Semuanya terbuat dari awan lembut. Dindingnya,
tempat tidurnya, bantalnya, semuanya terbuat dari awan. Oid melihat ke jendela,
pemandangan tak lazim baginya. Hamparan bumi dari jendela, padahal biasanya dia
melihat bentangan langit dari jendela rumahnya. Sekarang terbalik, bumi terlihat
jauh dari sini seperti ketika dia melihat langit jauh dari bumi.
Sitrus
menaruh sebuah piring berisi gumpalan awan dan segelas air di meja dekat tempat
tidur Oid. “Makanlah ini jika kau lapar.” Katanya.
“Haha…
Makan awan?” Oid menyela bercanda.
“Bukan
awan biasa.” Sitrus membalas. “Di bumi mungkin ini bernama roti. Beristirahatlah,
aku harus berjaga dengan pasukan langit.” Sitrus berlalu dan menutup pintu
kamar sebelum Oid sempat menjawab.
Oid
tak merasa lapar, tapi dia penasaran mencicipi awan itu. Mungkin rasanya
seperti permen kapas. Dia mencobanya, rasanya enak. Persis seperti roti tapi
ini lebih enak dan lembut. Roti tawar langit, pikirnya. “Harusnya tadi aku
meminta keju langit juga.” Dia bergumam. Oid mengangkat gelas di mejanya, berisi
air dengan bitnik-bintik gelembung udara seperti minuman bersoda. Rasanya
seperti meletup-letup di mulut saat Oid mencoba seteguk.
Hujan dan Pipet
Oid
istirahat cukup lama. Tak ada yang mengganggu tidurnya sampai dia terbangun
dengan sendirinya. Saat dia bangun, tubuhnya sudah diselimuti awan tebal,
seperti pegunungan di pagi hari. Dia menghempas-hempaskan awan itu, lalu awan
itu memudar perlahan-lahan.
Dia
keluar kamar, berkeliling Istana raja Cumulonimbus. Luas sekali, terutama ruang
aula utama. Kubahnya menjulang ke angkasa. Di setiap sudut aula terdapat lorong
seperti labirin raksasa dan semuanya terbuat dari awan. Putih polos, hanya ada
beberapa hiasan gemerlap seperti kilat. Sesekali Oid menyandarkan tubuh ke
dinding, rasanya seperti bersadar di kasur lembut. Dinding yang aneh, pikirnya.
Tak
ada tanda-tanda Sitrus ada di dalam istana. Beberapa kali Oid memanggilnya,
tapi tak ada yang menjawab. Di sini sepi sekali. Oid terus menyusuri satu
persatu ruangan dan menemukan kamar dengan tulisan di depan pintunya: ‘Kamar Malam’.
Oid menarik tuas pintunya lalu melongokkan kepala ke dalam kamar. Di dalam Kamar
Malam, gelap seperti malam yang indah, dihiasi bintang-bintang dengan milky way di langit-langitnya yang
sangat tinggi.
Ada
juga Kamar Badai lengkap dengan angin kencang serta petir di dalamnya. Hampir
saja Oid tersambar petir ganas dalam kamar itu. Dia cepat-cepat menutup pintu
kamar itu dan memutuskan tak memasuki kamar lain yang tersisa.
Setelah
berkeliling cukup lama akhirnya Oid menemukan pintu keluar. Rupanya Sitrus ada di
luar bersama jutaan makhluk kecil seukuran capung.
“Kau
sudah bangun rupanya.” Kata Sitrus.
“Ya,
dan aku tidak tahu ini bangun pagi atau malam.” Jawab Oid. “Siapa mereka Sitrus?
Banyak sekali.”
“Anggaplah
bangun pagi agar kau merasa segar.” Kata Sitrus. “Mereka Pasukan Hujan. Aku
diperintahkan ayah untuk mengawal mereka menurunkan hujan. Jangan sampai
Monster Polusi menyerang teman-temanku lagi.”
“Aku
ikut, ya?”
Sitrus
terdiam beberapa saat. Dengan kondisi langit sekerang ini, mungkin dia
mempertimbangkan keselamatan Oid jika dia ikut. “Baiklah, kalau kau mau.” Jawab
Sitrus memutuskan. Lalu dia bersiul memanggil Ibim.
Ibim
melesat entah dari arah mana asalnya, terbang mengitari Oid seperti seekor
kucing manja (kucing yang bisa terbang). Oid tertawa geli, dia menangkap Ibim
yang melintasi kepalanya. Setika Ibim berubah menjadi awan besar yang tebal, menimpakan
diri ke Oid. Makhluk lain yang melihat, terpingkal melihat Oid tertimbun awan.
Oid
dan Sitrus berangkat mengiringi Pasukan Hujan menuju awan besar yang sudah menghitam.
Awan itu luas sekali, pantas saja Sitrus membawa pasukan sangat banyak. Pasukan
Hujan yang dibawa cukup untuk menutupi seluruh permukaan awan.
Oid
memperhatikan mereka mendarat di atas awan seperti lebah mengerubungi sarangnya.
Jika dilihat lebih dekat, ternyata awan hujan seperti sebuah danau berisi air
jernih.
“Bagaimana
cara mereka menurunkan hujan, Sitrus?”
Sitrus
mengajak Oid turun lebih dekat ke tengah Pasukan Hujan yang sedang bekerja.
“Lihat
itu,” Sitrus menunjukan, “mereka meneteskan air satu persatu dengan Pipet. Dan,
jadilah hujan.”
Itulah
kenapa hujan jatuh tetes demi tetes kecil. Pasukan Hujan dengan sabarnya
melakukan itu. Bisa dibayangkan kalau air hujan yang berjumlah ribuan liter itu
ditumpahkan langsung ke bumi? Oid mengerutkan dahi berusaha berpikir.
“Haha…
tak usah dipikirkanlah,” kata Sitrus, “manusia memang tak pernah memikirkan
itu, apa lagi menghargai kami yang menjalankan perintah-Nya meneteskan air.”
“Maafkan
kami, Sitrus.” Ucap Oid. “Ayahku kadang benci hujan datang, apa lagi jika dia
baru saja mencuci mobil dan menyemir bannya. Ibu juga, dia kadang marah saat
hujan turun lantaran jemurannya belum diangkat.”
Pasukan Hujan telah menyelesaikan
tugasnya, air yang terkandung di awan hitam berkurang dan perlahan awan hitam
itu kembali putih. Proses hujan juga bergantung kepada para pengendali angin.
Mereka bertugas mengatur pergerakan awan hujan sesuai lokasi mana yang akan
diturunkan hujan. Pengendali petir juga berperan sebagai pencair awan hujan,
selain sumber panas utama yaitu panas matahari.
Beberapa makhluk lain terbang
membentangkan selendang berwarna-warni. Merah kuning, hijau, jingga, biru, nila
dan ungu. Membentuk sebuah warna setengah lingkaran di horizon bumi. “Mereka
yang di sana, siapa, Sitrus?”
Sitrus
tersenyum. “Kau akan segera melihatnya.”
Kurang
dari dua menit, mungkin, selendang-selendang itu telah terbentang. “Itu pelangi
Sitrus, itu pelangi!” Teriak Oid girang. Matanya berkaca-kaca, bisa melihat
keindahan pelangi dari sudut pandang para pembuatnya.
“Ya,
mereka itu Rainan, pembuat pelangi.” Sitrus tersenyum, lalu melanjutkan
pengawasan terhadap Pasukan Hujan.
Pertemuan Langit
Setelah
sekian lama tinggal di kerajaan langit, Oid telah lulus ujian kebaikan. Raja
memutuskan untuk mengembalikan Oid ke bumi. Pertama kalinya dalam sejarah
langit ada manusia yang dikembalikan. Mungkin karena langit sedang tidak
kondusif, raja khawatir Oid celaka. Tapi Oid justru menolak untuk kembali. Dia
ingin tinggal beberapa lama lagi di langit. Setidaknya dia ingin membantu
Sitrus melawan Monster Polusi. Meskipun Sitrus menolak, tapi Oid memaksa. Sitrus
mengatakan: Oid tak akan mampu melawan Monster Polusi, mereka sangat berbahaya.
Tapi Oid berhasil meyakinkan Sitrus bahwa dia ingin tetap tinggal. “Aku bukan
manusia biasa, Sitrus.” Ujar Oid.
Raja
mengabulkan permohonan Oid itu, juga meminjamkan kekuatan mengendalikan awan
serta udara seperti yang dilakukan Sitrus untuk membunuh Monster Polusi dalam
bola kristal waktu itu. Melawan Monster Polusi tidak bisa dilakukan dengan cara
bertarung manusia biasa. Monster Polusi bahkan tidak bisa disentuh oleh tangan.
Mereka seperti sebuah gumpalan asap pekat, yang beracun dan mematikan, yang
akan memudar jika disentuh, tapi akan kembali utuh dalam hitungan sepersekian
detik. Mereka akan masuk ke dalam paru-paru, lalu meracuni paru-paru dan
peredaran darah. Semoga tidak terlambat untuk mempelajari cara menggunakan
kekuatan ini, benak Oid meyakinkan diri sendiri. Kendala terbesar sekarang
adalah Oid tidak bisa terbang. Tapi beruntung Ibim selalu bersedia menjadi
kendaraan Oid. Ibim belum pernah ikut berperang sebelumnya, karena sejak Ibim
lahir langit selalu aman dan damai.
Sebuah
pertemuan besar dilakukan di aula istana kerajaan. Dihadiri oleh para petinggi
pasukan dan tim di langit, tak terkecuali pewarna langit. Ketua pewarna langit
hadir, tapi yang terlihat hanya kakinya dari sini. Tubuhnya menjulang melampaui
kubah aula istana yang besar. Kakek Sunni dan Dewi Bulan tidak ikut karena
tugas mereka tidak ada yang menggantikan.
Pertemuan
itu dipimpin oleh raja Cumulonimbus. Mereka membahas strategi untuk mengalahkan
Monster Polusi. Mereka pernah melakukan itu ribuan tahun silam. Saat itu Sitrus
bahkan belum lahir. Seperti tabiat utama pekerja langit, mereka selalu optimis dalam
bekerja. Apa lagi berperang. Mereka yakin bisa mengalahkan Monster Polusi
seperti dalam sejarah. Para pekerja langit menyadari Monster Polusi kini telah
berkembang dan berevolusi. Mereka lebih kuat dan beracun. Monster Polusi bisa
merusak udara, awan dalam satu kali serangan. Dulu serangan Monster Polusi
hanya terjadi jika ada gunung berapi raksasa yang meletus. Awan panas yang
membumbung ke langit bercampur gas beracun menjadi sumber kekuatan Monster
Polusi untuk melakukan serangan.
Pertemuan
besar kali ini terasa berbeda lantaran ada manusia diantara mereka. Sebagian
petinggi pasukan merasa tidak nyaman dengan kehadiran Oid, tapi Sitrus
mengumumkan bahwa Oid adalah manusia baik. Dan, mungkin juga Oid bisa membantu.
Itu bisa sedikit membuat para petinggi itu lega. Tapi tetap saja, suasana masih
terasa dingin. Para penghuni langit selalu berhati-hati dengan manusia.
Pengalaman mengajarkan mereka bahwa manusia itu tidak bisa dipercaya.
“Bagaimana
kau bisa yakin kalau manusia ini bukan mata-mata ratu Monster Polusi, Sitrus?”
Singgung salah seorang ketua pasukan langit.
Sitrus
hampir tidak bisa menjawab. Sebelum petinggi itu mengatakan soal mata-mata,
Sitrus tidak terpikir bahwa manusia ini (Oid) bisa jadi adalah mata-mata.
“Sejak
kapan pasukan langit berpikir buruk sangka seperti itu, Tuan?” Sitrus balik
bertanya. “Berbaik sangkalah, setidaknya itu akan membuat kita tenang.”
Raja
Cumulonimbus mengangkat tangannya dengan penuh wibawa untuk melerai perdebatan
itu. Dia menatap Sitrus dan petinggi itu bergantian. Lalu Sitrus dan Petinggi
itu menundukan kepala, menyadari mereka hampir saja dikuasai oleh emosi. Oid
hanya bisa menyimak, tidak bisa berkata apa-apa. Kalau dia memang harus diusir,
apa boleh buat, dia akan pergi. Lagi pula, bukankah pulang adalah keinginan
Oid. Kenapa sekarang dia malah ingin bertahan.
Pertemuan
ini akan menentukan nasib kerajaan langit. Kalau pasukan langit kalah
berperang, bukan hanya langit yang hancur, tapi tentu bumi juga akan hancur.
Menguasai kerajaan langit bukan tujuan utama Monster Polusi. Tapi menghancurkan
bumi-lah tujuan mereka. Menguasai kerajaan langit adalah salah satu cara
terbaik menghancurkan bumi dengan cepat. Dengan menguasai langit mereka bisa
mengubah musim sesuka hati mereka, meluluh lantahkan bumi dengan badai dan
banyak lagi senjata langit yang bisa digunakan.
Dimana Sang Ratu?
Penjaga
langit selatan datang mengabarkan telah terjadi penyerangan oleh Monster Polusi
di langit selatan. Mereka merebut sebuah awan hujan besar. Semua penjaga langit
yang menjaga awan itu mati. Sitrus dan Oid beserta pasukan langit terbang ke
lokasi awan itu. Hujan bercampur zat beracun sudah diturunkan ke bumi. Awan
hujan yang direbut itu telah musnah menyisakan asap hitam di langit. Sitrus
mengumpulkan kepingan awan yang telah hancur lalu dia turun ke bumi, melihat
akibat dari hujan zat beracun. Tumbuh-tumbuhan mati, hewan dan banyak manusia
juga mati.
“Kita
terlambat.” Kata Sitrus Lirih.
Sejak
beberapa ratus tahun terakhir, Monster Polusi sudah sering melakukan penyerangan,
tapi tidak dalam jumlah masif seperti sekarang, hanya berupa teror-teror
pengerusakan. Para penjaga langit masih sanggup mengalahkan mereka. Kecuali sebuah
serangan Monster Polusi ke istana kerajaan, dipimpin oleh ratu Monster Polusi, meninggalkan
luka mendalam karena permaisuri raja Cumulonimbus terbunuh. Sang permaisuri
berusaha melindungi Sitrus kecil yang berusaha di culik oleh ratu Monster
Polusi. Sebuah pengorbanan besar bagi seorang ibu untuk melindungi nyawa anaknya,
penerus kerajaan langit.
Penyerangan
itu tidak terlalu merusak kerajaan langit (kecuali terbunuhnya permaisuri), Monster
Polusi berhasil dibersihkan, tapi ratu mereka meloloskan diri dan tidak pernah
ditemukan lagi di belahan bumi manapun. Raja Cumulonimbus menyadari bahwa sang
ratu pasti masih hidup dalam persembunyian. Semua serangan yang terjadi
sekarang ini, bisa jadi ulah ratu Monster Polusi. Karena hanya ratu Monster
Polusi yang mampu menggerakkan Monster Polusi. Tanpa ratu mereka itu, Monster
Polusi hanya polusi.
Para
Monster Polusi itu bersarang di udara kota-kota besar di bumi. Di pertambangan,
kilang minyak, pabrik dan semua tempat di bumi yang bisa memberikan kekuatan
bagi mereka. Semakin banyak polusi udara dihasilkan suatu tempat di bumi, para Monster
Polusi akan mendatangi tempat itu untuk mengembangkan pasukan. Apa lagi saat
ini hutan-hutan penghasil udara bersih sudah sangat berkurang, bahkan
menghawatirkan. Semakin gundul hutan, semakin habis hutan, itu adalah kejayaan
Monster Polusi.
Setiap
malam selalu terjadi pertempuran ketika para patroli langit mengawal pasukan
pembersih udara di bumi (pasukan pembersih udara bertugas membersihkan udara di
malam hari, itulah kenapa saat pagi tiba, udara di bumi sudah bersih dan sejuk
lagi). Para Monster Polusi yang tidak tergabung dengan koloni mereka akan mudah
dibersihkan oleh pasukan pembersih udara. Mereka seperti makhluk gelandangan penghisap
knalpot.
Aora
datang ke kerajaan langit untuk melaporkan bahwa dia dan timnya sudah tidak
bisa membuat aurora lagi. Udara di utara bumi sudah tidak bersih dan suhu
memanas. Serbuk aurora tidak bisa bersinar jika udara kotor. Lebih parah lagi,
para pengendali angin dingin sudah kehabisan tenaga untuk melawan pemanasan
global. Para Monster Polusi membuat suhu bumi terus meningkat.
Para
pembuat kabut sudah lebih dulu pensiun dari pekerjaannya. Sudah lama mereka tak
bisa membuat kabut di bumi. Satu persatu pasukan dari setiap bagian bumi
berdatangan ke kerajaan langit untuk melaporkan masalah mereka masing-masing.
Semua kabar buruk ini membuat raja meningkatkan status siaga menjadi status
perang. Sitrus membentuk pasukan elit yang ditugaskan mencari markas Monster Polusi.
Target pasukan elit ini adalah menemukan ratu Monster Polusi.
Waktu
terus berlalu di bumi. Langit semakin memburuk, semakin banyak awan-awan hujan
dirampas oleh Monster Polusi. Di langit bumi bagian tengah, semua pekerja
langit telah dipukul mundur oleh Monster Polusi. Bumi bagian tengah adalah bumi
dengan manusia terpadat, sehingga polusi udara di langit sangat tinggi. Monster
Polusi menjadikan bumi bagian tengah sebagai basis pertahanan mereka. Sampai
saat itu, pasukan elit Sitrus belum juga bisa menemukan dimana ratu Monster Polusi
berada. Entah dimana sang ratu bersembunyi.
Sitrus
mencoba mengirimkan pasukan perang untuk merebut kembali langit bumi bagian
tangah, tapi usaha itu gagal. Jutaan pasukan langit mati.
Dari
semua pekerja langit, hanya raksasa pewarna langit yang belum terjamah oleh
Moster Polusi. Juga kakek Sunni penarik matahari dan Dewi Bulan. Dewi yang
sangat cantik, yang kadang egois menyembunyikan bulan untuk dirinya sendiri.
Dia tak pernah mengeluarkan bulan bulat utuh kecuali pada malam purnama.
Keindahan bulan selalu disembunyikan bersama kecantikan sang dewi.
Semua
penghuni langit berkumpul di kerajaan langit. Wajah khawatir para ibu, wajah
bingung para ayah berbaur. Tapi mereka selalu siap berperang melawan Moster
Polusi. Mencontoh pengorbanan mendiang Permaisuri raja, para ibu juga akan ikut
bertempur.
“Ini
belum berakhir.” Kata Cumulonimbus.
Dia
terbang ke langit, mengangkat tongkat cahayanya setinggi dia mampu. Lalu semua
awan hujan dan badai berkumpul menyelimuti seluruh permukaan bumi. Tak ada
sedikitpun celah langit yang terbuka. Bumi bagaikan bola awan yang siap
dimainkan. “Maafkan aku para manusia. Aku harus membersihkan langit kalian dari
polusi udara.” Katanya lagi.
Cumulonimbus
tahu yang dia lakukan tidak akan mengalahkan Moster Polusi. Bahkan mungkin akan
ada manusia yang menjadi korban. Tapi setidaknya ini adalah usaha terbesarnya, dengan
melakukan ini, udara di seluruh bagian bumi akan bersih. Ketika itu, para
Monster Polusi akan kehilangan kekuatannya sementara waktu. Di titik itulah
pasukan langit akan menyerang Monster Polusi. Setidaknya sampai manusia kembali
membuat polusi udara dan Monster Polusi mendapatkan kekuatannya lagi.
Cumulonimbus
mengeluarkan seluruh kekuaannya. Tubuhnya bercahaya, lalu angin kencang bergelut
menyelimuti Cumulonimbus, membentuk perisai.
Dimulai
dengan badai besar datang, menyapu udara di bumi. Entah apa yang manusia
rasakan di bumi saat kejadian itu. Mungkin seluruh televisi akan memberitakan
bahwa tengah terjadi badai di seluruh dunia. Petir bergelegar keras untuk
menakuti manusia sementara waktu, petir juga menyambar sumber-sumber listrik di
bumi, hingga bumi jadi gelap-gulita. Itu bisa menghentikan seluruh aktivitas
manusia di bumi. Ya, sementara waktu.
Hujan
deras turun selama satu hari satu malam, air hujan melarutkan polusi yang ada
di udara. Cumulonimbus menurunkan pasukan kabut untuk memutihkan udara di bumi.
Pasukan pengendali udara dingin juga, meniupkan udara dinginnya untuk
menyejukkan bumi bagian utara dan selatan. Es di kutub utara berhenti mencair.
Tapi bumi masih gelap-gulita.
Semua
bersiaga menunggu aba-aba. Saling menguatkan satu-sama lain. Sitrus berada di
paling depan barisan. Kali ini dia tidak terbang dengan sayapnya. Dia
mengendarai seekor unicorn berwarna
putih. “Seraaaaaaaang!” Teriak Sitrus sambil mengangkat tinjunya ke udara.
“Seraaaaaang…!”
Mereka ikut berteriak. Suaranya menggelegar.
Semua meluncur turun ke bumi.
Di
tengah lesatannya, Sitrus bermanuver ke arah Oid. “Oid!” Dia berseru sambil
tersenyum, “kalau kita menang, kembalilah ke bumi. Ceritakan perjuangan ini kepada
manusia. Sekalipun mereka tidak akan mempercayainya.”
Itulah
pesan dari Sitrus. Sejak saat itu, hingga perang usai, Oid tak pernah bertemu lagi
dengan Sitrus, kecuali sebaran serbuk indah berkilauan di langit; serbuk jasad
pasukan langit yang gugur. Kenapa aku menceritakan semua ini? Karena aku lah
OID.
OID
Reviewed by Almuh
on
20.52.00
Rating:

Tidak ada komentar: